Lelah Dengan Persepsi
Motivasi apapun buat berubah jadi lebih baik emang nggak ada yang salah sih. Cara yang dilakuin juga nggak ada yang perlu dikomentari sementara tujuannya emang buat kembali pada jalan yang lurus, asal nggak lewat atau lakuin yang haram aja. Semua bisa mudah dijalani dan dilakukan sepenuh hati, bebas bergerak dan lakukan semua yang dimau.
Nyatanya, kita hidup nggak sendiri. Banyak yang pengen tau, memperhatikan, bahkan sok tau. Sibuk bikin penilaian terhadap diri kita. Terlebih buat public figure yang memang sudah menjadi resikonya. Mereka ialah orang-orang yang diharap dapat memberi contoh yang terbaik buat para manusia yang mengidolakannya, menebar hal positif juga dituntut dapat memberi citra yang selalu baik. Yah.. Namanya juga manusia, ada yang baik dan enggak. Baik artisnya sendiri atau netizennya. Saling nyinyir dan nyindir udah biasa.
Kembali ke perubahan diri ke jalan yang lebih baik, ternyata menjalaninya nggak semulus kita nulis planning apa-apa yang kita mau. Belum lama ini, salah seorang public figure yang kita kenal amat baik ternyata ingin berubah menjadi lebih baik dengan menutup auratnya. Boom!! Banyak netizen yang kagum dan turut mendoakan lewat jari-jari mereka. Ngasih pujian-pujian yang ngebanjirin kolom komentar di setiap postingan PF ini.
Hati setiap manusia emang nggak bisa semudah itu ditebak. Ada Allah maha pembolak-balik hati manusia. Ngomongin tentang yakin dan komitmen ternyata bikin hati setiap orang yang berniat berubah ikut menjadi goyah. Timbul ketidaknyamanan diatas tuntutan. Hadir kegelisahan disetiap langkah kita berjalan. Lalu muncul pilihan untuk tetap teruskan atau tinggalkan yang entah kapan aku akan kembali lagi pada jalan semula.
Nggak ada yang salah, bisajadi kurangnya dukungan, itu yang membuat kita jadi goyah. Kesentil sedikit rasanya kok rapuh dan payah. Dan resikonya menjadi seorang PF ternyata amat sangat berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang dia ambil. Ada perubahan, netizen seakan udah nyium baunya dari kejauhan dan beramai-ramai rebutan buat ikutan berkomentar.
Itu cuma salah satu contoh, banyak lagi para PF yang dikomentari oleh mereka-mereka yang nggak ngerti bahwa itu salah satu bullian terhadap orang lain. Nggak sedikit yang sok tau dan memaki nggak jelas padahal dia baru liat satu postingan PF tersebut di explore akun medsos mereka. Rasanya semua kata-kata bijak dan segala kebaikan yang udah dilakukan dihapus begitu saja hanya sebuah kegalauan yang memang harus mendapat keputusan. Beragam penilaian bahkan hujatan banyak melambung di fikiran. Padahal manusia sama-sama punya hati yang merasa dan otak yang bisa berfikir. Kita jadi nggak liat hal-hal baik yang pernah dia lakukan sebelumnya, dengan satu kejelekan atau hal negatif yang ia lakukan, selalu terbayang-bayang di fikiran kita dan otomatis kita jadi nilai bahwa dia itu buruk (titik).
Emang udah jadi fitrahnya manusia memberi penilaian terhadap sesuatu. Tapi bisakah kita mengutamakan dan memajukan hal positif didalam setiap penilaian yang kita punya? Bukti kita dididik selama 9 tahun dengan 4 tahun berikutnya sebagai bentuk jenjang yang lebih tinggi itu hasilnya begini? Boleh dibilang juga sih, kalau sepenuhnya bukan salah netizen tapi salah si PFnya sendiri karena mereka yang memancing kita buat ikutan ngasih penilaian bahkan ngundang kita buat berkomentar.
Atau tentang kasus Papa yang sedang viral sekarang ini? Semua sibuk menilai dan meneliti, dari yang muda sampai tua. Bahkan banyak yang menjadi follower baru pada kasus ini, dimana komentarnya lebih pedas dan seakan dia punya dendam lama. Balik lagi ke paragraf sebelumnya, bisajadi memang dia yang sengaja mengundang kita buat ngasih persepsi jadi kita ikut-ikutan sibuk banjir di media sosial buat ngomongin Papa. Aku nggak mau banyak komentar tentang kamu Pa, karena aku sudah lelah.
Sudah seharusnya kita melakukan literasi disetiap pemberitaan di media. Karena nggak jarang, beberapa media menggunakan judul yang nyeleneh bahkan masuk pada unsur memfitnah karena berita-berita yang baru sekedar dugaan. Lelahkah kita mengomentari hal yang aneh dengan komentar-komentar yang aneh tanpa adanya pengetahuan sedikitpun? Kita tidak benar-benar mengetahui mereka begitupun dengan penilaian orang lain terhadap kita. Satu hal penting. Jangan lupa untuk melakukan literasi media, agar kita tidak lelah dengan sia-sia hanya dengan persepsi kita.

No comments:
Post a Comment