Aku seperti diberi kesempatan untuk mengenal berbagai jenis lelaki. Beruntung, aku sangat beruntung akan setiap waktu, setiap kisah, setiap pelajaran yang telah kulalui darinya. Nggak sedikit aku belajar, bahwa egoku nggak harus selalu dimenangkan, bahwa percaya adalah kunci utama, dan bahwa cinta bukan milik aku dan dia saja, namun juga orang tua dan keluarga.
Berawal dari pertanda suka, kita seakan memiliki banyak sekali kriteria idaman. Yang rambutnya lurus, kulit putih tinggi dan bersinar saat terkena matahari, licin saat dipegang dan lebih cocok dimakan saat panas dicampur bakso dan daging. Hmm meskipun nggak suka bihun, tapi kalau menu tertentu aku suka~ haha
Banyak kriteria muluk-muluk yang kita buat. Bahkan kadang, mengada-ngada karena itu sebetulnya kriteria orang lain. Merasa keren dan oke banget, malah kita curi seakan jadi kriteria kita banget. Huft~ masa remaja~. Semakin dewasa, kriteria utama bukanlah fisik semata (kalo baca dari artikel2 sih, terutama buat perempuan dewasa menyoal fisik laki-laki tu nomor sekian bahkan bisa jadi nomor terakhir dari yang paling akhir) begitupun aku mengakuinya.
Kenali Dirimu Sendiri
Semakin lama menyelami usia, banyak hal baru yang dihadapi, tantangan yang terus membuntuti.. Ternyata, bukan soal lelaki yang kita ingin seperti apa. Karena, itu semua nggak ada artinya kalo kita nggak mengenali diri sendiri. Ya, aku belajar tentang.. Saat aku butuh lelaki yang kuat, tegas, tipe pemimpin banget. Ternyata ketika dihadapkan pada tipe yang seperti itu, pikiran dan hatiku selalu berperang. Karena aku juga orang yang demikian. Salah besar. Aku nggak butuh yang tegas dan sangat tipe pemimpin.. Aku rasa, aku salah besar..
Dari beberapa orang yang kutemui meski hanya berakhir follow-follow an di Instagram, ternyata aku nggak selalu butuh ditemani. Yang kubutuhkan adalah mengenali diri sendiri. Aku coba untuk pergi ke toko buku sendirian, makan enak di resto kesukaan sendirian, jalan-jalan di tempat wisata sendirian, memecahkan masalah sendirian, membuat keputusan besar pun sendirian (meski sampai harus ke psikolog). Loh, ternyata aku nggak merasa kesepian. Justru aku semakin mengenal aku siapa, setiap hari aku coba mengenali lebih dalam. Ketika aku marah, apasih yang mampu membuat amarahku mereda. Ketika aku kecewa, apa yang membuatku kecewa dan bagaimana cara mengtasi kekecewaan itu? Ketika aku merasa bahagia, bagaimana cara aku mempertahankannya meski tidak untuk selamanya? Sulit sekali mengenali diri sendiri jika kita terus pergi jauh, melihat orang lain dan menjadi orang lain.
Aku Temukan Kunci Besarnya
Lalu aku yakin dan tidak yakin akan sesuatu. Keyakinan yang kurang dari setengahnya mendorong dan memaksaku untuk yakin dibalik ketidakyakinan yang lebih besar beralasan karena.. "dia selalu ada". Aku memikirkan banyaknya resiko dari A sampai Z. Aku berusaha terus menguatkan diri, meyakinkan lagi.. Nyatanya tetap tidak bisa. Ketidakyakinanku lebih besar menutupin keyakinan kecil itu.
Ketika penasaran, aku berani untuk menyapa duluan, mengambil start duluan. Kalau ternyata nggak cocok dan harus mundur atau meninggalkan, aku berpasrah. Untuk apa dipaksakan, karena dia akan menjadi teman setia dalam menjalani hari-hari kita setiap hari hingga akhir. Kalau hanya cocok saat seru-seruan saja, bagaimana kita bisa nyaman jika dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan bersama? aku belajar untuk tidak memaksa.
Di akhir kisah, aku berpasrah.. Saaangat pasrah. Fokus lagi pada karir, hobi, berdiskusi dengan diri sendiri dan tiba-tiba di sore hari mama ngomong gini "in syaa Allah aku ikhlas". Bak petir yang berbunyi halus, aku hanya ingin menangis. Karena aku tetap "dia" sesuai yang AKU BUTUHKAN. Tidak perlu selalu ada 24jam, tidak perlu kaya raya tajir melintir menggulir gulir, tidak perlu jadi idola banyak manusia, aku hanya perlu yang bisa melengkapiku dalam kesempurnaan dan ketidaksempurnaannya. Doaku berubah semua, yaitu menjadi "YaAllah dekatkan aku dengan jodoh dan rejeki sesuai yang KU BUTUHKAN bukan sekadar yang ku inginkan".
Akupun Berpasrah..
Saat aku telah berpasrah, beriringan dengan diriku yang berubah. Aku yang telah banyak belajar dari kesalahan, kekalahan, kemenangan, pengalaman, serta doa-doa baik dari orang tua dan support keluarga serta teman-teman dekat bahkan kolega. Aku merasa sangat lebih baik dari 5 hingga 9 tahun yang lalu, kini belajar menjadi dewasa yang bijaksana setiap hari setiap waktu. Meski masih ada kurangnya, tapi aku berusaha terus belajar sembari berdoa untuk disandingkan dengan dia yang mampu menemani dan membimbingku selalu dalam jalan yang baik.
Pertemuan Tak Terduga
Suatu hari tanpa ekspektasi, aku menjalani hari profesional sebagai MC. Pernikahan kerabatku ini dilaksanakan pada 4 Juni 2022. Semuanya saling bersuka cita gembira ria, termasuk saat kirab pengantin telah dimulai.. Kedua mempelai telah naik ke pelaminan, siap melemparkan bunga pertanda kebahagiaan bagi yang berhasil meraihnya. Ku hitung dengan lantang "Kita hitung bareng-bareng yaa.. Tiga.. Dua Saa.. (bunga pun dilempar oleh love birds yg sedang bersuka ria)" ditangkap lah harapan itu oleh seorang pria berbaju ungu dengan kacamata mirip kuda. Profesionalisme sebagai MC pun berucap "Selamat ya Dikaaa! Semoga di tahun depan, di bulan yang sama gantian Dika yang naik ke pelaminan jugaaa!".. Bunga itu dalam genggamannya, hadiah pun diraihnya. Berfoto-lah mereka bertiga dengan suka ria MC mengeluarkan gimmicknya "Waah, Dika yang dapet bunga kok aku yang deg-deg an yaaa!" meski sadar ini adalah candaa, namun hati MC berdegup cepat dan kencang membawa angin hangat datang entah menghembus darimana. Riuh gembira masih membuncah membuat suasana penuh cinta.
Sore harinya, sebuah DM Instagram masuk dengan notif percakapan asing. Jantungku berdegup, namun kuabaikan dulu, sengaja dibalas nanti-nanti karena aku masih larut dalam melodi. Karena seperti bercanda namun serius, awal percapakan ini sebagai modus pertemuan yang menjadi awal untuk pertemuan berkelanjutan.

aseeekkkk
ReplyDelete